31 Maret 2010

DPRD KAB. TASIKMALAYA MENETAPKAN RAPERDA PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI MENJADI PERDA PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI

Sebagai Perda Inisiatif DPRD Kab. Tasikmalaya di Akhir Masa Jabatannya, dalam Sidang Paripurna DPRD Kab. Tasikmalaya pada tanggal 5/8-2009, Raperda Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Kab. Tasikmalaya disetujui untuk ditetapkan menjadi Perda Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi. Persetujuan tersbut ditandai dengan penanda tanganan keputusan bersama antara DPRD Kab. Tasikmalaya dan Bupati Kab. Tasikmalaya, yang dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kab. Tasikmalaya, Bupati & Wakil Bupati Tasikmalaya, Sekda Kab. Tasikmalaya, Kepala-Kepala OPD Kab. Tasikmalaya, Sekretaris Eksekutif Forum Parlemen Kab. Tasikmalaya, UNFPA Kab. Tasikmalaya dan undangan lainnya.
Hal yang menarik bahwa Perda Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi yang ditetapkan DPRD Kab. Tasikmalaya, merupakan Perda Inisiatif DPRD Kab. Tasikmalaya dan merupakan Perda yang pertama kali ada di Indonesia untuk tingkat Kabupaten, adapun untuk tingkat Propinsi telah dimiliki oleh Propinsi Sumatera Selatan. Ini merupakan hal yang membanggakan karena di masa akhir tugasnya, anggota DPRD Kab. Tasikmalaya telah menyumbangkan sebuah perda yang menyangkut kemaslahatan untuk kesejahteraan Masyarakat Kab. Tasikmalaya.
Menurut Ketua Pansus Kesehatan Reproduksi Dr. H. Anas Kalyubi dalam Laporannya, Perda Kespro ini merupakan upaya strategis untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas di Kab. Tasikmalaya melalui upaya pengaturan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang lebih baik yang akan berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga Angka Harapan Hidup (AHH) dapat meningkat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Tasikmalaya, karena salah satu permasalahan yang dihadapi sampai saat ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi di indonesia adalah permasalahan kematian ibu dan anak. setiap tahun terdapat 20.000 perempuan indonesia yang meninggal akibat melahirkan anak mereka. itu artinya, seperti catatan organisasi kesehatan dunia (who), setiap jam ada dua perempuan meninggal akibat proses kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Tingginya angka kematian ibu melahirkan itu disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi. Disamping itu juga disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, sosial, serta transportasi.
Secara umum, komponen penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Reproduksi yang diatur oleh Perda Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi (Kespro) adalah Pengaturan Kesehatan Reproduksi sepanjang siklus hidup mulai dari Bayi, Remaja, Ibu sampai Lanjut Usia. Adapun komponen inti dari Perda Kespo ini adalah Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana (KB), Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut, dan Pelayanan Kesehatan untuk Korban Kekerasan Berbasis Gender. Lebih lanjut dalam Perda ini diatur beberapa klausul yang menjadi nantinya akan menjadi solusi permasalahan Kesehatan Reproduksi selama ini. Salah satu contohnya adalah adanya pasal tentang kemitraan antara bidan dan paraji sehingga dalam melaksanakan pelayanan persalinan menjadi lebih sinergis. Selain itu, untuk masalah Kesehatan Reproduksi Remaja juga diatur dalam pasal melalui upaya integrasi mata pelajaran di sekolah dengan materi Kesehatan Reproduksi Remaja, sehingga Remaja lebih memahami arti pentingnya kesehatan reproduksi dan dapat menghindarkan diri dari prilaku seks bebas. Kesehatan lanjut usia pun diatur melalui pemberdayaan lanjut usia yang potensial maupun non potensial sehingga kesejahteraan secara fisik dan mentalnya dapat terpenuhi. Upaya-upaya tersebut secara teknis sudah dilaksankan oleh Dinas Kesehatan, namun dengan adanya Perda Kespro ini, diharapkan adanya payung hukum yang secara tegas mengatur pelaksanaannya baik dalam langkah implementatif ataupun proses pengalokasian dana yang berpihak pada kesehatan reproduksi, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan secara fisik dan mental bagi masyarakat di Kab. Tasikmalaya.

Kesehatan Reproduksi dan Upaya Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Tasikmalaya

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum secara jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional itu adalah “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial”. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945.
Hak untuk memperoleh kesehatan adalah hak asasi manusia (HAM), sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 United Nations High Commissioner for Human Rights (Komisi Tinggi PBB untuk HAM). Hal tersebut dipertegas pula oleh konstitusi kita, yaitu oleh Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi: ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Pada permulaan tahun 1990, upaya kesehatan berkembang menjadi konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Concept). Ini seiring dengan penetapan PBB yang menetapkan tahun itu sebagai “Decade of Human Development”. Namun di banyak negara yang sedang berkembang, pemahaman pembangunan berkesinambungan terbatas pada sumber daya alam (SDA) saja. Padahal substansi yang terpenting dari konsep “Sustainable Development” pada dasarnya adalah pembangunan sumber daya manusia itu sendiri.
Salah satu fokus penting dalam bidang kesehatan yang terkait dengan konsep sustainable development adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem, fungsi, serta proses reproduksi. Untuk diketahui kita bersama, hak-hak reproduksi tersebut belum terakomodasi di dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sehingga kelompok civil society berupaya untuk mendorong dan mendesak pemerintah untuk memberikan apa yang menjadi hak dasar warga negara Indonesia tersebut.
Salah satu diantara permasalahan pelik dan belum tuntas sampai saat ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi di Indonesia adalah permasalahan kematian ibu dan anak. Setiap tahun terdapat 20.000 perempuan Indonesia yang meninggal akibat melahirkan anak mereka. Itu artinya, seperti catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap jam ada dua perempuan meninggal akibat proses kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Tingginya angka kematian ibu melahirkan itu disebabkan pelanggaran terhadap hak reproduksi mereka oleh negara melalui kebijakan-kebijakan yang tidak menghormati hak asasi manusia. Di antara pelanggaran hak reproduksi itu adalah pemaksaan hubungan seksual di dalam perkawinan, perjodohan paksa, pemaksaan pernikahan dini, larangan menghentikan kehamilan, pelecehan seksual, dan tidak adanya informasi masalah kesehatan reproduksi. Di samping itu, penyebab tingginya kematian ibu melahirkan bukan semata-mata karena hal yang langsung berhubungan dengan kesehatan, seperti perdarahan, eklamsia, atau kandungan yang gugur. Penyebab tidak langsung adalah di luar kesehatan, yaitu ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya, serta transportasi.
Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan khususnya upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Ibu pada prinsipnya memiliki peran ganda yaitu sebagai pengasuh anak yang secara makro akan ikut menentukan generasi bangsa yang akan datang maupun secara mikro, ibu ikut menentukan ekonomi keluarga. Karena itu pembangunan sumber daya manusia harus dimulai sejak dini yakni pada saat janin masih dalam kandungan ibu dan masa awal pertumbuhannya. Dengan demikian maka kesehatan bayi baru lahir kurang dari satu bulan (neonatal) menjadi sangat penting karena akan menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam keadaan sehat dan berkualitas serta mampu menghadapi tantangan globalisasi.
Kalau melihat data dinas kesehatan kabupaten tasikmalaya tahun 2007 terdapat 315/100.000 jiwa seorang ibu meninggal. Sementara kesepakatan bersama negara kita dengan masyarakat dunia untuk menurunkan angka kematian ibu yang tercantum dalam target millenium development goals (mdgs) di tahun 2015 adalah 102/100.000 jiwa. Penyebab utama kematian ibu di kabupaten tasikmalaya akibat pendarahan, eklamsi, infeksi dan lain-lain. Kemudian masalah kematian ibu ada yang bersifat medis karena mengalami 3 keterlambatan yaitu terlambat mengenal tanda bahaya memutuskan, terlambat merujuk dan terlambat menangani. Dan juga masalah kematian ibu karena non medis terkait dengan masalah sosial budaya, ekonomi dan agama.
Selanjutnya angka kematian bayi menurut data dinas kesehatan kabupaten tasikmalaya tahun 2007 terdapat 46/1000 jiwa seorang bayi meninggal, sementara kesepakatan bersama negara kita dengan masyarakat dunia untuk menurunkan angka kematian bayi yang tercantum dalam target millenium development goals (mdgs) di tahun 2015 adalah 17/1000 jiwa. Penyebab utama kematian bayi baru lahir di kabupaten tasikmalaya karena akibat berat badan lahir rendah (42,9 %),bayi lahir tidak bernafas spontan (22,1 %), tetanus (0,85 %),infeksi (9,7 %) dan lain-lain (22,8 %). Sementara penyebab utama kematian bayi di kabupaten tasikmalaya karena akibat infeksi saluran pernafasan akut (32,38 %),tersedak (27,62 %), diare (3,81 %) dan lain-lain (40 %). Dan penyebab utama kematian balita di kabupaten tasikmalaya karena akibat infeksi saluran pernafasan akut (19,05 %) dan lain-lain (80,95 %). Dari segi pelayanan yang ada dari 351 desa baru ada 191 polindes dan yang layak pakai hanya 47 polindes.
Atas dasar pemikiran itu maka upaya untuk meningkatkan kesehatan maternal dan neonatal menjadi sangat strategis bagi upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Keberhasilan upaya tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal).
Berdasarkan identifikasi permasalahan serta analisis penyebab kematian ibu dan anak di Indonesia, maka ke depan kita perlu melakukan upaya penanggulangan kematian ibu dan anak secara lebih holistik dan terintegrasi antardepartemen dan instansi terkait, termasuk juga antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam tataran aturan internasional, hak atas kesehatan reproduksi sebenarnya telah dijamin melalui serangkaian konvensi internasional, yang diantara juga ditandatangani atau telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, kesepakatan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Cairo, Mesir pada tahun 1994, dan Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. Selain itu, hak atas kesehatan reproduksi juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia.
Hak atas kesehatan reproduksi termasuk hak untuk mendapat informasi dan pendidikan yang berkait dengan masalah kesehatan reproduksi; hak untuk kebebasan berpikir, termasuk kebebasan dari penafsiran ajaran agama, kepercayaan, filosofi, dan tradisi secara sempit yang akan membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan reproduksi; hak atas kebebasan dan keamanan individu untuk mengatur kehidupan reproduksinya, termasuk untuk hamil atau tidak hamil; hak untuk hidup, yaitu dibebaskan dari risiko kematian karena kehamilan; hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan, termasuk hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan; hak memilih bentuk keluarga; dan hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang termasuk jaminan atas hak untuk mendesak pemerintah agar menempatkan masalah kesehatan reproduksi sebagai prioritas dalam kebijakan politik negara.
Dalam konteks prioritas kebijakan negara, maka sudah saatnya sekarang ini memahami kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dengan adanya pergeseran paradigma baru kebijakan pembangunan kesehatan Indonesia melalui program "Indonesia Sehat 2010", maka persoalan kesehatan penduduk dipandang sebagai investasi terpenting, pemenuhan hak asasi manusia, menekankan pada pencegahan daripada pengobatan, terintegrasi dengan sistem pembangunan lainnya, dan kemitraan. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah Peraturan Daerah yang lebih memberi bobot pada hidup sehat, bukan pada hidup sakit.
Hal yang mendesak bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya adalah mengintegrasikan kebijakan kesehatan reproduksi ke dalam rencana strategis pembangunan daerah. Jika salah satu tujuan pembangunan Kabupaten Tasikmalaya adalah terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka sejak saat ini Pemda Kabupaten Tasikmalaya harus terus mengupayakan agar implementasi pelayanan kesehatan reproduksi berjalan secara berkesinambungan dan tanpa terputus. Itu artinya adalah bahwa tujuan untuk menyejahterakan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya terbatas untuk saat ini, akan tetapi juga harus mampu menjamin bahwa kesejahteraan masyarakat juga akan berkesinambungan untuk generasi mendatang. Dengan demikian, kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya harus diletakkan dalam bingkai kebijakan pembangunan jangka panjang.

Penulis
H. Ruzhanul Ulum
Anggota Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan Kabupaten Tasikmalaya

Tahun 2010 DPRD Kab Tasikmalaya Kaji 10 Perda

Pada tahun 2010 ini Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kab Tasikmalaya menerima usulan 10 peraturan daerah (Perda) dari pihak eksekutif yang saat ini mulai dikaji.
Perda-perda tersebut beberapa diantaranya merupakan perda baru seperti perda Pendidikan, Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga perda untuk mengganti perda lama yang dianggap tidak kompeten lagi untuk diterapkan di Kab Tasikmalaya.
Ketua Badan Legislasi DPRD Kab Tasikmalaya, Hj Titin Sugiartini (Fraksi PDIP - Bendahara IFPPD Kab Tasikmalaya) mengatakan kesepuluh perda tersebut sudah masuk Banleg dan saat ini sudah mulai dikaji. Targetnya kesepuluh perda tersebut bisa disahkan pada tahun 2010 ini.
Kita sudah melakukan pengkajian terhadap perda-perda itu, termasuk kita juga sudah melakukan komunikasi dengan bagian hukum di eksekutif termasuk juga SKPD, SKPD yang ada keterkaitan dengan perda-perda tersebut, ungkapnya Selasa (26/1).
Wakil Ketua Banleg, Mansur Supriadi juga mengatakan perda-perda yang sebelumnya dianggap merugikan masyarakat akan direvisi dengan perda yang baru.
Kita memandang banyak perda yang sudah tidak kompeten lagi makanya perlu dilakukan revisi dengan perda yang baru yang lebih berpihak kepada masyarakat. Kita punya pandangan perda-perda yang dibuat itu harus mengutamakan kepentingan masyarakat, ungkapnya.
Pembuatan perda itu jangan hanya mementingkan pendapatan daerah saja, tetapi juga harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Jadi perda yang dianggap memberatkan masyarakat harus diganti, tegasnya.
Lantas perda apa saja yang harus diganti tersebut, Mansur menegaskan salah satunya perda mengenai perda retribusi kesehatan, perda perpajakan, Perda retribusi pembuatan identitas penduduk juga Perda lainya yang dianggap sudah tidak singkron lagi dengan situasi saat ini, katanya.

Sumber
http://www.pelita.or.id/

KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPRD KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Badan Legislasi DPRD Kabupaten Halmahera Utara pada hari Kamis (04/03) mengadakan Kunjungan Kerja ke Kabupaten Tasikmalaya. Kedatangnya di terima oleh Bupati Tasikmalaya diwakili Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya Drs, H. Munawar, MM.

Rombongan Badan Legislasi tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Badan Legislasi DPRD Kab. Halmahera Utara Bapak Rasmin Fabanyo, Sp, dan diterima oleh Asisten Administrasi Umum SEKDA Kab. Tasikmalaya, para Kepala Bagian, serta KepalaSKPD Kab. Tasikmalaya di OPROOM Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya.

Tujuan kunjungan kerja tersebut yaitu untuk melakukan studi banding yang berkaitan dengan Administrasi Desa, Tatacara Pemilihan Kepala Desa, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah Desa.

Dalam sambutan penerimaannya Bupati Tasikmalaya yang disampaikan Asisten Administrasi Umum Drs, H. Munawar, MM mengemukakan kegembiraannya atas Kunjungan Kerja Badan Legislasi DPRD Kab. Halmahera Utara serta berharap dapat meningkatkan kekuatan kesatuan NKRI serta dapat memberikan manfaat bagi kedua Kabupaten. Selanjutnya sebagai salah satu fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR/DPRD) yaitu lembaga legislasi yang menetapkan suatu peraturan diantaranya peraturan berkaitan dengan desa, dimana desa sebagai lembaga pemerintahan paling depan sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan memiliki otonomi kuat, maka rumusan kebijakan yang dipersiapkan harus tepat dengan kajian dari berbagai sektor seperti nilai-nilai sosial, budaya, adat desa setempat. Lebih lanjut Drs, Munawar, MM memaparkan bahwa di Kabupaten Tasikmalaya sendiri telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yaitu PERDA no 12 th 2006, PERDA no 13 th 2006, PERDA no 13 th 2007, PERDA no 6 th 2008, PERDA no 5 th 2009, PERDA no 6 th 2009. Kemudian Peraturan Bupati yang telah ditetapkan yaitu PERBUP no 1 th 2006, PERBUP no 2 th 2007 dan PERBUP no 14 th 2008.

Diakhir sambutannya Drs, Munawar, MM kembali menilai positif atas Kunjungan Kerja Badan Legislatif DPRD Kabupaten Halmahera Utara sehingga kegiatan tersebut bisa menjadi ajang menjalin silaturahmi serta dapat bertukar fikiran berkaitan dengan peraturan maupun wawasan keilmuan. (ipk)

Sumber
http://humaskabtasik.wordpress.com
March 8, 2010

DPRD Cimahi Kunjungi Kabupaten Tasikmalaya

Kunjungan kerja (kunker) DPRD kota Cimahi ke DPRD Kab Tasikmalaya disamping untuk bersilaturahmi juga menyamakan persepsi kinerja antara anggota dewan Cimahi dengan dewan Kabupaten Tasikmalaya."Sebab, dewan Tasikmalaya dianggap lebih senior dari Cimahi," kata Ahmad Djulkar-naen ketua rombongan DPRD Cimahi. Senin (8/1) di gedung DPRD Tasikmalaya.

Rombangan 20 orang ini terbagi dalam tiga komisi yaitu komisi dua. tiga dan empat, akan membahas kinerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing, terutama masalah APBD dan PAD."Anggota dewan Kota Cimahi berjumlah 45 orang berasal dari 12 partai yang meraih kursi pada Pemilu lalu. 16 diantaranya incumbent. Total APBD Cimahi Rp600 miliar, sedangkan PAD Rp78 miliar," tutur Ahmad Djulkarnaen.Ahmad mengatakan ingin berguru ke dewan Kab Tasikmalaya tentang cara pengelolaan aset daerah yang ada di Kab Tasikmalaya, terutama masalah pengelolaan rumah sakit Juga evaluasi kinerja eksekutif semester dua.

"Kab Tasikmalaya dalam sejarah hampir sama dengan Cimahi, sebagai daerah induk harus tersingkir dari kota, sedangkan Cimahi harus terpisah dari induk sebagai implementasi dari UU No 20/2001." kata Ketua Komisi II DPRD Kab Tasikmalaya H Cecep Nurul Yakin SPd DPRD saat menyambut kedatangan rombongan DPRD Cimahi.

Menurut Cecep Cimahi ibarat anak yang sudah dewasa maka harus terpisah dari induknya itu menunjukkan kematangan ditunjang dengan struktur mayoritas masyarakat industri.Aset Kab Tasikmalaya hingga kini masih belum beres pembagian paroidnya. hanya terealisasi dari pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan daerah dari 39 kecamatan. 351 desa dengan jumlah penduduk 1,6 juta.

"Rumah sakit sebelum di pisah itu masuk PAD kabupaten, tapi sekarang sudah dikelola oleh Kota, karena induknya harus pergi, otomatis kabupaten harus melepaskan, dan kini kabupaten tidak mempunyai rumah sakit." tutur Cecep, (ck-211)

Sumber Bataviase.co.id
Media Pelita, 09 Feb 2010

17 Maret 2010

PERDA KESPRO KABUPATEN TASIKMALAYA

Di Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun 2010 memiliki issue strategis yang diusung yaitu mengenai upaya pengendalian penduduk, hal ini sejalan dengan mandat dari Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi yang telah ditetapkan pada tanggal 5 Agustus 2009 dan merupakan Hak Inisiatif DPRD Kab. Tasikmalaya serta difasilitasi oleh Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan Indonesia, karena dalam Perda kesehatan reproduksi tersebut diatur diatur mengenai upaya pengendalian dan peningkatan kualitas penduduk, walaupun hanya dalam aspek mikro menengai Kesehatan Reproduksi. Namun perjuangan belumlah berakhir, karena yang terpenting adalah bagaimana Implementasi dari Peraturan Daerah Tentang Kesehatan Reproduksi tersebut baik implementasi kegiatannya maupun implementasi penganggaran yang pro terhadap Kesehatan Reproduksi, sehingga Perda Kesehatan Reproduksi yang telah ditetapkan akan memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya terhadap Masyarakat Kab. Tasikmalaya, khususnya di bidang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan

Download Perda Kespro No 9 Tahun 2000

15 Maret 2010

Struktur Kepengurusan IFPPD Kab Tasikmalaya 2009 - 2014

Ketua : Drs. H. Ruhimat, M.Pd (Ketua DPRD)
Wakil Ketua : R. Hedi Hadiat (Demokrat)
Wakil Ketua : Asop Sopiudin, S.Ag (PPP)
Wakil Ketua : Drs. Maftuh Farid (Golkar)
Sekretaris : Ucu Dewi Syarifah (PKS)
H. Oleh Soleh (PKB)

Bendahara : Yani Sriwigantini, A.Md (Amanah)
Hj. Titin Sugiartini (PDIP)
Anggota : Seluruh Anggota DPRD (42 orang)
SE : Ilham F. Latief, S.Ip

IFPPD Kabupaten Tasikmalaya

Salah satu hasil konkret dari Konferensi Anggota-Anggota Parlemen Asia untuk Kepedudukan dan Pembangunan di Cairo pada tahun 1994, mengamanatkan dibentuknya suatu wadah untuk anggota-anggota Parlemen se-Asia (AFPPD) di tingkat internasional maupun nasional. Wadah ini diharapkan mampu berperan secara strategis dalam memberikan kontribusinya untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah-masalah kependudukan dan pembangunan yang sedang dihadapi bersama di era globalisasi sekarang ini dan pada masa yang akan datang.

Pada saat ini, Forum Parlemen untuk Kependudukan dan Pembangunan telah berhasil terbentuk di 28 negara di Asia dan Pasifik. Di Indonesia, Forum Parlemen Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan (Indonesian Forum of Parliamentarians on Population and Development/IFPPD) telah didirikan pada tanggal 17 Oktober 2001 dan di inagurasi oleh Ketua DPR-RI, Ir. Akbar Tanjung pada tanggal 15 Oktober 2002. Disamping telah terbentuknya Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan pada tingkat nasional, sementara ini pada tingkat provinsi juga telah terbentuk Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan di Propinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat.

Melalui dukungan dana dari UNFPA (United Nations Population Fund) IFPPD tingkat kabupaten baru dibentuk di kabupaten Tasikmalaya yang secara legalitas mekanisme prosedural pembentukannya diperkuat dengan surat pengesahan dan pengukuhan dari Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya dengan SK Ketua DPRD No. 170/Kep-1028E/DPRD Tanggal 27 Desember 2007 dan SK Pimpinan DPRD Kab Tasikmalaya No. 1 Tahun 2010, yang langsung diketuai oleh Ketua DPRD dan berangontakan semua anggota DPRD. Keanggotaan IFPPD ini bersifat sukarela (“volunteer”) dan aktif bagi setiap anggotanya dan juga mempunyai jaringan pada tingkat Asia. Kegiatan rutin IFPPD didukung oleh seorang Secretaris Executive.

Dengan terbentuknya Forum Parlemen Untuk Kependudukan dan Pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya, salah satu komponen strategis yang akan merupakan bagian dari kontribusinya adalah dengan mengangkat isu-isu penting kependudukan dan pembangunan dengan agenda utama meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya sesuai dengan mandat serta pelaksanaan kewajiban dari 3 fungsi parlemen (Legislasi, Penyusunan dan Pengalokasian Anggaran, Pengawasan) dan pemerintah di era reformasi yang telah tertuang di dalam UUD 45 dan UU No.32 Tentang Pemerintah Daerah dalam upaya mencapai keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh.



SILAHKAN DOWNLOAD
Profil IFPPD Kabupaten Tasikmalaya

UNICEF Press Centre - Millennium Development Goals

UNICEF Press Centre - HIV/AIDS and children