5 April 2010

Indonesia Dan Masalah Trafficking

Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga tidak dapat mengembangkan psiko-sosial anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebagai generasi bangsa yang akan datang. Disisi lain masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan untuk terbentuknya kepribadian seseorang.
Meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak dan telah mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara obyektif yang terjadi di kehidupan anak-anak adalah masih belum teratasinya masalah anak yang terjadi di Indonesia, khususnya lagi kasus child trafficking yang semakin tidak bisa ditolerir dengan akal sehat ( the most intolerable forms) . Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjelaskan child trafficking adalah terdapat pada Pasal 59, Pasal 68. dan yang mengatur tentang sanksi pidananya adalah Pasal 78, Pasal 83. dari hal itu semua pada dasarnya Pemerintah telah memperkuat instrumen hukum tentang child trafficking, seperti KILO 182, CRC, Optional Protocol of CRC on sale of Children, Child Prostitution, and Child Pornography, namun hal tersebut hingga saat ini isu child trafficking masih belum memperoleh intervensi yang signifikan.

INDONESIA DAN MASALAH TRAFFICKING

LATAR BELAKANG
Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anakanak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga tidak dapat mengembangkan psiko-sosial anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebagai generasi bangsa yang akan datang. Disisi lain masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan untuk terbentuknya kepribadian seseorang.
meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak dan telah mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara obyektif yang terjadi di kehidupan anak-anak adalah masih belum teratasinya masalah anak yang terjadi di Indonesia, khususnya lagi kasus child trafficking yang semakin tidak bisa ditolerir dengan akal sehat (the most intolerable forms). Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjelaskan child trafficking adalah terdapat pada Pasal 59, Pasal 68. dan yang mengatur tentang sanksi pidananya adalah Pasal 78, Pasal 83. dari hal itu semua pada dasarnya Pemerintah telah memperkuat instrumen hukum tentang child trafficking, seperti KILO 182, CRC, Optional Protocol of CRC on sale of Children, Child Prostitution, and Child Pornography – namun hal tersebut hingga saat ini isu child trafficking masih belum memperoleh intervensi yang signifikan. Pada dasarnya child trafficking adalah penggunaan anak yang dilibatkan dalam eksploitasi ekonomi maupun seksual dan lain-lain oleh orang dewasa atau pihak ketiga untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang maupun bentuk yang lain. Dalam kaitannya dengan anak, elemen “consent” (kerelaan atau persetujuan) tidak diperhitungkan, karena anak tidak memiliki kapasitas legal untuk bias memberikan (atau menerima) informed consent. Setiap anak, karena umumnya harus dianggap tidak mampu memberikan persetujuan secara sadar terhadap berbagai hal yang dianggap membutuhkan kematangan fisk, mental, sosial, dan moral bagi seseorang untuk bias menentukan pilihannya, oleh karenanya anak adalah korban (victim) dan bukan pelaku kejahatan (criminal actor).

Ada beberapa criteria anak yang beresiko child trafficking, antara lain:
1. Anak yang secara sosial – ekonomi berasal dari keluarga miskin –
2. kelompok marginal, baik yang tinggal di pedesaan dan didaerah kumuh
3. perkotaan.
4. Anak putus sekolah
5. Anak korban kekerasan dan perkosaan
6. Anak jalanan,
7. Anak pecandu narkoba
8. Anak yatim
9. Pengemis/peminta-minta
10. Anak korban penculikan
11. Anak korban bencana alam
12. Anak yang berasal dari daerah konflik

FAKTA DAN DATA
Dalam data yang diungkap, sejumlah 150 juta orang diperdagangkan dengan mengalirkan sekitar 7 miliar dolar per-tahun. Di Indonesia, perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan sekitar 700.000 s/d 1.000.000 orang. Pada tahun 1999, tercatat anak dan perempuan yang diperdagangkan mencapai sekitar 1.718 kasus. Angka ini, pada tahun 2000, tercatat sejumlah 1.683 kasus, dengan berbagai lokasi yang terdeteksi, seperti Jakarta, Medan, bandung, Padang, Surabaya, Bali dan Makasar. Berdasarkan laporan investigasi kalangan NGO di Medan, diungkapkan kasus perdagangan anak yang akan dilacurkan (Child Prostituted) di Dumai, propinsi Riau (Data PBB yang dimuat di harian media Indonesia, 26 februari 2003, hal 10). Pada laporan Poltabes Balerang, kasus perdagangan perempuan dan anak yang masuk ke Poltabes balerang pada tahun 2003, terdapat 84 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 65 kasus atau 77,38%. Sedangkan pada tahun 2004 sampai bulan mei, terdapat 57 kasus. Sedangkan kondisi Ekploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di Lingkungan Pariwisata Indonesia sangatlah memprihatinkan, ini dapat dilihat dengan
indicator besaran yang dikeluarkan dalam kertas kerja the Government of The Republic of Indonesia yang disampaikan pada Konfrensi ESKA II tahun 2001 di Yokohama Jepang, bahwa sekitar 30% atau 40.000 s/d 70.000 Pekerja Seksual Komersial adalah anak dibawah umur. Ini mengindikasikan bahwa kehidupan anak di Indonesia sangat rentan dengan ESKA, apalagi anak-anak yang hidup di lingkungan keluarga miskin, anak terlantar, buruh anak, anak jalanan, maupun anak korban kekerasan, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan anak dalam situasi demikian merupakan seorang korban dari “mekanisme” berbangsa yang menciptakan kemiskinan, ketidakadilan, pelanggaran hukum – yang didisain dan dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak.
MELAWAN CHILD TRAFFICKING
Banyak hal yang harus dilakukan didalam memerangi atau mencegah child trafficking, antara lain:
1. Terus menerus melakukan kampanye guna membangun kesadaran permanan dikalangan masyarakat maupun sector industri, juga komitmen pemerintah dan penegak hukum guna mendukung perlindungan anak dari child trafficking.
2. Mewujudkan mekanisme kerjasama dan aksi dalam segenap institusi masyarakat dan lembaga-lembaga usaha yang bisa bersinergi untuk memberikan perlindungan anak dari child trafficking.
3. Tersedianya mekanisme nasional dan daerah – antara lain dengan cara bersinergi dalam bentuk task force (kelompok kerja) yang bisa langsung bekerja di lapangan secara komprehensif dan terus menerus didalam memberikan perhatian dan penanganan perlindungan anak dari child trafficking.
4. Perlunya dikeluarkan produk hukum anti trafficking yang pro perlindungan anak dari dari tindak pidana perdagangan anak dan bertujuan untuk perlindungan hukum bagi anak korban child trafficking.

PENUTUP
Melindungi anak hari ini, adalah investasi bagi masa depan bangsa. Selain alasan itu, kepemihakan pada anak sudah menjadi esensi kemanusiaan itu sendiri. Karenanya, tindakan paradoks yang mengeksploitasi anak, secara ekonomi maupun seksual – berada di luar konteks kemanusiaan yang hakiki. Oleh karenanya Komisi Nasional Perlindungan Anak selalu mendukung langkahlangkah yang diambil pemerintah dan semua pihak yang mempunyai kepedulian dalam mendukung perlindungan anak dari child trafficking (perdagangan anak). Hal ini berarti kita semua telah menciptakan keberlangsungan generasi bangsa dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di masa datang.

Tidak ada komentar:

UNICEF Press Centre - Millennium Development Goals

UNICEF Press Centre - HIV/AIDS and children