1 April 2010

Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif HAM

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Ditjen HAM) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) melakukan kerjasama dengan World Health Organization (WHO) dalam rangka pemajuan hak asasi manusia (HAM). Kerjasama pemajuan HAM dengan badan-badan khusus PBB ini adalah seminar tentang kesehatan reproduksi.
Dalam pembukaannya Direktur Informasi Ditjen HAM Dimas Samodra Rum menyatakan, saat ini pemerintah Indonesia mengalami banyak kemajuan di bidang HAM. "Kerjasama dengan organisasi internasional seperti WHO diharapkan menjadi langkah strategis dalam rangka melaksanakan pemerintahan yang bersih dan demokrasi," tandas Dimas di Acara Seminar Kesehatan Reproduksi di Gedung Bidakara, Jakarta (28/08).
Lebih lanjut Dimas mengemukakan, fakta saat ini sering ditemukan tindak kekerasan yang dialami wanita. Para wanita rawan akan tindak kekerasan seksual dan perilaku pergaulan bebas yang dapat berakibat terinfeksi HIV. "Seminar ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada partisipan untuk mengerti seberapa pentingnya kesehatan reproduksi bagi wanita, dan diharapkan para partisipan dapat disebarluaskan ke lingkungan sekitar," kata Dimas.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia Subhash Salunke menyatakan, bahwa kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian tentang isu kesehatan reproduksi. “WHO mengestimasikan bahwa penyakit reproduksi adalah 33 persen dari total penyakit yang diderita oleh wanita. Nilai tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan pria yang hanya 12,3 persen dengan umur yang sama,” sambut Subhash.
Subhash menyatakan, lebih dari lima juta wanita di Indonesia yang meninggal, lima belas ribu di antaranya meninggal karena kehamilan dan melahirkan. “Penyebab utama kasus kematian ibu dan anak sebagian besar karena kurangnya kesadaran, kemampuan, dan akses untuk mendapatkan informasi perawatan,” ujar Subhash.
Menurut Subhash, saat ini Indonesia masih memerangi tingginya masalah kematian dan penyakit akan infeksi reproduksi dan infeksi seksual. Termasuk HIV, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang berbahaya, dan kebiasan seksual yang beresiko. "Kita juga dihadapkan norma-norma yang bertentangan, yang membuat tembok penghalang bagi wanita untuk mendapatkan informasi, perawatan kesehatan reproduksi, dan kegiatan yang menunjang generasi muda untuk sehat," tambah Subhash.
Tini Setiawan dari WHO juga mengatakan, sejumlah penelitian khususnya dengan kasus AIDS yang banyak berhubungan dengan hak reproduksi wanita diderita umumnya pada usia 20-29 tahun. "Ini semua karena akses informasi bagi perempuan muda dan remaja belum secara baik ditangani pemerintah, dalam hal ini Depkes," tandasnya.
Di akhir sambutan, Subhash berpesan guru memegang peranan penting untuk menyebarluaskan informasi reproduksi yang sehat kepada murid-muridnya. ”Hal ini akan membuat para murid berpikir untuk melakukan kebiasaan yang riskan, seperti pergaulan bebas”, kata Subhash.
Dalam seminar ini disepakati bahwa Negara wajib memberikan perlindungan terhadap hak yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi diantaranya Hak atas kehidupan, kelangsungan hidup/perkembangan, pencapaian standar kesehatan setinggi-tingginya, memperoleh pendidikan/informasi kesehatan dan hak untuk tidak didiskriminasi.

Sumber
hukumham.info
Senin, 01 September 2008

Tidak ada komentar:

UNICEF Press Centre - Millennium Development Goals

UNICEF Press Centre - HIV/AIDS and children