1 April 2010

MENCERMATI LEDAKAN LANSIA

Setiap tanggal 29 Mei Indonesia memperingati Hari Lanjut Usia (Lansia) Nasional. Lansia menjadi phenomena menarik karena keberhasilan pembangunan bidang kependudukan dan kesehatan di Indonesia. Keberhasilan itu memperpanjang usia, kualitas, dinamika serta kesiapan penduduk. Karena keberhasilan itu, pada awal abad ke 21 ini struktur penduduk Indonesia makin dewasa dan tua. Jumlah penduduk anak-anak tetap saja bisa dipertahankan sesuai dengan jumlah di awal tahun 1970-an. Tetapi jumlah penduduk dewasa membengkak dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan keadaannya pada tahun 1970 tersebut. Demikian juga jumlah penduduk lansia, atau penduduk berusia 60 tahun keatas, atau 65 tahun keatas.
Pada tahun 1970 jumlah penduduk diatas usia 65 tahun hanya sekitar 3 juta jiwa, sekarang diproyeksikan telah mencapai jumlah tidak kurang dari 12 - 13 juta jiwa, atau peningkatan sebanyak empat kali lipat dibandingkan dengan keadaannya pada tahun 1970. Kalau dihitung mulai usia diatas 60 tahun, jumlah penduduk telah meningkat dari sekitar 5 juta menjadi sekitar 18-20 juta jiwa.
Langkanya penduduk lanjut usia pada tahun 1970 semata-mata karena penduduk Indonesia pada waktu itu mempunyai usia harapan hidup, atau usia rata-rata sekitar 50 tahun, atau kurang. Daerah-daerah tertentu, yang tingkat kesehatan dan lingkungannya kurang memberi dukungan, mempunyai usia harapan hidup dibawah 45 tahun, yaitu rata-rata penduduknya akan sudah meninggal dunia sebelum sempat memperingati ulang tahunnya yang ke 45.
Kita mengetahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan Kepala Keluarga Indonesia pada tahun 1970 umumnya masih rendah. Sebagian besar kepala keluarga di Indonesia hanya buta huruf. Pada waktu ini telah meningkat menjadi rata-rata berpendidikan sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.
Karena perkembangan globalisasi dan pendidikan yang cepat, yang diiringi dengan kemajuan modernisasi, tingkat pertumbuhan keluarga di Indonesia masih akan terus naik dan ternyata sudah jauh lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Pada awal abad 21 jumlahnya mencapai sekitar 50-55 juta keluarga dan masih akan berkembang dengan kecepatan yang relatip tetap tinggi. Kalau dilihat dalam perspektif jangka panjang, jumlah penduduk lanjut usia mengalami kenaikan sebesar 96 persen selama 20 tahun. Pada waktu yang sama jumlah penduduk seluruh Indonesia mengalami kenaikan sebesar 42 persen. Dengan demikian jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat lebih dari dua seperempat kali lipat dibandingkan kenaikan jumlah penduduk dalam waktu yang sama.
Pembangunan yang berhasil dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang kesehatan dan ekonomi pada umumnya, telah memungkinkan keluarga Indonesia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan lebih baik. Biarpun belum sempurna, tetapi penyakit-penyakit degeneratif telah dapat diatasi. Apabila ada anggota keluarga yang sakit, mereka umumnya bisa segera mendapat pengobatan, sehingga penyakit-penyakit yang apabila tidak ditangani bisa mengakibatkan komplikasi yang lebih rumit telah dapat diatasi.
Penduduk dewasa yang biasanya tidak mencapai umur yang relatif panjang karena gangguan kesehatan yang sederhana menjadi lebih mampu bertahan dan bisa menginjak usia yang lebih panjang. Namun kualitas kesehatan mereka sesungguhnya masih sangat rendah sehingga potensi penduduk lanjut usia tersebut belum bisa dianggap ideal dan mampu melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan.
Kejutan demografi berupa peningkatan jumlah dan proporsi lansia tersebut belum seluruhnya mendapat perhatian masyarakat. Namun kita beruntung karena pada tahun 1999 sudah berhasil disepakati Undang-undang tentang penduduk lanjut usia. Berbeda dengan pengertian sebelumnya, bahwa lansia dianggap tidak berdaya dan ditampung oleh keluarga atau ditempatkan di panti jompo, dalam UU tersebut mulai dikenal istilah pemberdayaan untuk lanjut usia. Pemberdayaan tersebut mempunyai tiga perspektif yang menarik.
Pertama, bagaimana membina dan memberdayakan lansia yang berada dalam lingkungan keluarga, agar tetap mampu bekerja, sehingga keluarganya dan kita semua bisa memberikan kepada mereka peluang dan kesempatan untuk ikut terus membangun keluarga dan masyarakat yang sejahtera;
Kedua, bagaimana membina dan memberdayakan lansia yang berada di luar lingkungan keluarga, khususnya yang masih mampu bekerja dan masih bisa memberikan sumbangan dalam pembangunan yang bersifat lokal maupun nasional;
Ketiga, bagaimana mengembangkan upaya membantu penanganan lansia yang sudah tidak mampu lagi bekerja dan harus menjadi tanggung jawab keluarganya, masyarakat dan atau pemerintah.
Karena kenyataan masih banyak penduduk lanjut usia yang dengan pembinaan dan pemberdayaan seperlunya dapat memulai karier yang kedua. Dan lebih dari itu, karier kedua tersebut mungkin saja berbeda dengan karier yang telah dicapainya di masa lalu, maka agar kelanjutan itu bisa mengantar ke kehidupan yang lebih sejahtera perlu dukungan yang lebih konkrit. Dalam mencapai karier kedua dan mengembangkan dukungan tersebut, UU Lansia pantas kita ketengahkan menjelang Hari Lansia pada tanggal 29 Mei 2005 yang akan datang. Lebih-lebih lagi karena jumlah penduduk lansia makin membengkak, dan akan terus membengkak di masa datang.
Ada tiga kelompok yang perlu mendapat dukungan pemberdayaan. Pertama, kelompok yang sesungguhnya masih cukup kuat secara fisik untuk memberikan kontribusi dan bekerja membangun bangsa menurut pilihan yang bisa meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraannya. Kelompok ini dapat dibantu dengan pemberdayaan yang memungkinkan yang bersangkutan untuk dengan lebih tentram mengembangkan karier pilihannya dengan lebih profesional dan mantab. Kemantaban itu akan menambah percaya diri dan meningkatkan kinerjanya dalam memberikan sumbangan.
Kedua, kelompok yang tidak lagi mampu untuk mengembangkan diri tetapi masih bisa meneruskan karier lamanya. Kelompok ini barangkali tidak lagi ingin belajar untuk mengembangkan karier yang lain dibandingkan dengan pengalamannya di masa lalu. Mereka puas apabila mendapat kesempatan untuk bekerja lebih lama lagi meneruskan pekerjaan atau cita-cita yang sejak lama telah ditekuninya.
Kelompok ketiga adalah mereka yang bisa melanjutkan pekerjaan lamanya, tetapi siap juga untuk mempelajari yang baru. Mereka ini bisa dengan mudah berpindah untuk melanjutkan karier baru untuk masa depan yang masih panjang dan menyenangkan. Kelompok ini bisa siap untuk belajar kembali dan bekerja dalam bidang-bidang yang bisa sangat mengasyikkan dan mungkin saja memberikan kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan kebahagiaan masa lalu yang telah dilewatinya.
Ketiga kelompok masyarakat dan penduduk lansia itu merupakan potensi yang masih sangat tinggi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Di negara-negara maju potensi semacam ini sudah lama diberi kesempatan untuk maju dengan memberikan kepada mereka pilihan yang cocok dengan aspirasi masa tuanya. Biasanya pilihan itu disesuaikan dengan tempat tinggalnya karena penduduk lansia lebih kurang pas untuk menempuh jarak jauh ke tempat pekerjaannya.
Di negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan misalnya, pekerjaan-pekerjaan sederhana memberikan tiket pada pengendara mobil di jalan tol sudah lama sekali di kerjakan oleh penduduk lansia seperti ini. Penjaga-penjaga lift dan tempat-tempat yang sesungguhnya tidak perlu penjagaan, kecuali untuk informasi yang luas seperti menjaga benda-benda berharga di museum, sudah lama dipercayakan kepada penduduk lansia. Penduduk lanjut usia menjaga benda-benda berharga dan kuno tersebut dengan penuh perhatian karena merekapun menikmati nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Untuk memberi kesempatan kepada lansia melakukan banyak kegiatan seperti contoh di negara-negara maju tersebut perlu dikembangkan dua hal pokok sebagai berikut :
Pertama, kepada para lansia sendiri. Mereka diharapkan tidak cepat menyerah dan putus asa sehingga memberi peluang kepada anak atau cucunya untuk menganggap mereka sebagai tidak mampu secara fisik dan siap untuk tinggal di rumah atau diantar ke panti jompo dan semacamnya.
Kedua, masyarakat dan kulturnya perlu menyesuaikan diri bahwa sebagian lansia masa depan ini adalah para tenaga potensial yang dengan sentuhan yang tidak terlalu besar dapat dikembangkan menjadi tenaga potensial yang masih tetap sanggup ikut bersama-sama mengisi kemerdekaan, dan karenanya bisa ikut menikmati kebahagiaan dan kesejahteraan dari kepuasan perjuangannya.
Apabila lansia tidak mendapat kepercayaan untuk tetap memberikan sumbangan kepada pembangunan, idealnya penduduk lansia tinggal bersama keluarga di rumah. Seluruh anggota keluarga memberikan dukungan moril dan materiel menyangkut perawatan yang profesional atau memberikan dukungan kenikmatan sebagai layaknya orang tua yang terhormat. Apabila masih kuat secara fisik bisa saja mempunyai kegiatan penuh, atau menempati perumahan tersendiri. Sebagai selingan, bisa pula dikembangkan beberapa jenis Lembaga yang dapat memberikan fasilitas khusus, misalnya :
a. “Kampus Lansia”, dimana pelayanan dapat dilakukan oleh Lansia sendiri secara
pribadi dengan apabila perlu dapat dibantu oleh anggota dari Lembaga Sosial dan
Organisasi Masyarakat (LSOM) atau swasta;
b. Akomodasi type “Hostel” dengan pelayanan 24 jam oleh swasta atau LSOM. Lansia
dapat melakukan pesanan-pesanan sesuai seleranya sendiri tanpa merasa
memerintah” atau “menyakiti” anak-anak atau cucu-cucunya;
c. Pelayanan Tresna Werdha oleh LSOM atau swasta, dimana lansia dapat menyerahkan
diri untuk beberapa waktu sambil memberi kesempatan kepada keluarga dimana
mereka tinggal untuk “beristirahat” tanpa lansia dirumahnya dan bisa melakukan
kegiatan tanpa rasa rikuh karena ada lansia dalam rumah tangganya. Sebaliknya
lansia dapat memperoleh perawatan ekstra karena Panti ini diasuh secara
profesional.
Keberadaan lansia yang makin membengkak dan potensinya yang tinggi merupakan aset yang makin besar. Kalau mereka diperlukan dengan baik, sebagian bisa menjadi bonus yang sangat menguntungkan. Kearifan dan pengalamannya yang luas bisa mengantar bangsa ini menuju bangsa yang jaya dan sejahtera.

Penulis
Prof Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan

Tidak ada komentar:

UNICEF Press Centre - Millennium Development Goals

UNICEF Press Centre - HIV/AIDS and children